Pages

Ketika Hidup Masih Harus Berjalan [cerpen]

Sunday, September 14, 2014




Riak air danau nan tenang semakin sempurna diterpa hangatnya sinar mentari sore. Semilir angin menyentuh tubuh mungilnya dengan lembut. Rambut hitamnya diikat asal-asalan sehingga menyisakan rambut disekitar leher. Cantik. Begitulah Alena, sederhana namun memesona.
Danau itu begitu teduh dengan pepohonan disekelilingnya. Alena bersandar pada sebuah pohon akasia di sebelah barat danau. Matanya mengitari setiap sudut danau. Apa yang ia lihat seolah meresonansi pikirannya, memutarkan kembali cuplikan-cuplikan kisahnya bersama Glen. Danau ini menyimpan banyak rahasia dan kisah hidupnya. Danau ini tempat pelariannya, mencurahkan segala suka duka dan keluh kesahnya. Namun, kini semua tampak memilukan. Bayangan-banyangan Glen terus muncul tak terkendali.
"Alena! kamu kusut banget sih, kucel pula kayak kuli panggul di pasar tau. Hahaha" Ejekan Glen seperti itu tak akan pernah Alena lupakan. Nyaris semua orang memuji kepintaran dan kemolekannya, tapi Glen tidak. Dia seringkali mengumpan emosi Alena dengan ejekan-ejekannya. Seperti anak-anak, namun diam-diam Alena suka. 
Disebelah selatan danau ada sebuah ayunan yang terbuat dari ban. Ayunan itu sering Glen gunakan. Tak jarang Alena menarik Glen yang ada di ayunan dan mendorongnya keras-keras. lalu Glen berteriak keras-keras, "Alenaaaaa! Aku takut, Len. Aaaaaa mamaaaaa. Turuuuun...turuuun..mamaaaaaa..." Suara itu terus terngiang-ngiang ditelinganya.
Rasa sakit itu kembali datang, sakit yang tak akan ada obatnya. Rintihannya tiada berarti lagi. Tak ada orang yang bisa menolongnya, kecuali dia sendiri. Hatinya berkecamuk, bercampur rindu yang sudah tak tertampung lagi.
Pelupuk matanya terasa panas, tak terasa air mata mengalir membasahi pipinya.
"Lena...." tiba-tiba suara itu mengejutkannya. Alena cepat-cepat mengusap air matanya, ia menoleh ke arah datangnya suara itu.
"Kia..?" sahutnya lirih.
"Ngapain disini? Glen lagi?"
Alena tidak menjawab. Matanya memandang ke atas jingganya langit sore.
"Len, Glen udah gak ada. Lo harus ikhlasin dia, Len. Sampe kapan lo kayak gini? ini udah tiga tahun, Glen juga pasti sedih kalo lo gini terus, Len." 
Kia duduk disebelah Alena. Memandang gadis itu penuh kasih.
"Lo tuh cantik, Len. Banyak yang suka sama lo, termasuk..."
"Termasuk lo? Maaf, Ki. Lo gak usah sok tau. Lo gak pernah ngerasain jadi gue. Lo gak tau rasanya kehilangan, apalagi ketika semuanya tinggal selangkah lagi gue dan dia itu bersatu.Lo gak tau..." Alena tak kuat menahan emosinya, air matanya tak tertahankan lagi.
"Maaf, Len. Gue cuma gak mau lo sedih terus. hidup lo masih panjang."
"Makasih buat perhatian lo selama ini. Maaf gue gak bisa ngebales apa yang lo kasih." sahut Alena tegas.
Kia hanya dapat tersenyum kecut. Ia mengerti bahwa gadis yang telah lama ia sayangi ini masih tidak bisa merelakan kepergian Glen. 

Alena, Alena, Alena...gue sayang sama lo sebelum Glen. sebelum cowok itu ngerebut perhatian lo. sejak kita masih putih biru. Alena gue sayang banget sama lo. Batinnya. 
Alena mengalihkan pandangannya pada Kia.
"Ki, lo tau kenapa gue sampe gini padahal gue dan dia gak pernah jadian?"
Kia menggeleng pelan.
"Karena...dia gak  menilai kelebihan gue doang, dia berani bilang kekurangan gue. Dia gak pernah bilang sayang sama gue, tapi...apa yang dia lakuin, perhatiannya, semuanya dia lakuin tanpa syarat. Mulut dia mungkin gak berani berucap, tapi tatapannya dan tindakannya cukup menggambarkan perasaannya."
Kia terkejut. Ternyata begitu dalamnya cinta mereka meskipun mereka saling memendam perasaan masing-masing.
"Saat itu gue tau Glen mau ke rumah gue, polisi nemunin satu buket bunga mawar putih sama boneka beruang. Ada sepucuk surat yang ditujukan buat gue. Dia nelpon Joni buat minta saran gimana cara ngilangin grogi kalo nembak cewek, tapi pas dia telpon...tiba-tiba ada truk yang nabrak dia dari arah berlawanan. Semuanya hancur. Mobilnya, badan Glen, dan terlebih hati gue, Ki." lanjutnya.
Sekarang Kia mengerti bagaimana perasaan Alena. Sedikitnya dia tidak terlalu menggebu-gebu lagi untuk memiliki gadis mungil itu.
"Len, lo boleh sayang Glen selamanya. Tapi bukan berarti lo harus berkubang dalam semua kepahitan ini. Lo harus bisa keluar dari semua ini. Bangun, Alena. The world is waiting for you." kata Kia sambil terus menatap Alena lekat-lekat.
Alena tersenyum.
"Thanks. Gue butuh sedikit waktu lagi, Ki."

I hope you're in His side. Thanks a lot for all your sincerity. Though we were not be together in this world, but I was so glad to be with you. Glen, i want to share my life and my heart to a man who loves me like you. Will you allow me to take someone else into my life? Glen...I adore you

***


No comments:

Post a Comment

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS