"Jika orang berpegang pada keyakinan, maka hilanglah kesangsian.Tetapi, jika orang sudah mulai berpegang pada kesangsian, maka hilanglah keyakinan." (Sir Francis Bacon)
Tahun 2015, ASEAN akan memulai ASEAN Free Trade Area
(AFTA), lalu di tahun 2020 WTO akan mengadakan perdagangan bebas secara global.
Artinya, seluruh Negara di Asia maupun Negara di dunia lainnya akan melakukan
perdagangan secara bebas tanpa adanya pajak masuk ke wilayah territorial Negara
lain. Sudah siapkah Indonesia?
Tentu
jawabannya adalah : belum. Indonesia belum siap menghadapi pasar bebas
tersebut, baik di tahun 2015 maupun 2020. Mengapa demikian? Karena dapat kita
lihat dan kita rasakan sendiri bahwa kini Ibu Pertiwi sedang dilanda krisis,
baik itu krisis ekonomi, krisis budaya, bahkan krisis moral.
Setiap
tahunnya angka pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu meningkat walau sedikit
demi sedikit. Namun, pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, korupsi yang
semakin merajalela, kenaikan harga BBM dan atau kebutuhan rumah tangga lainnya
ikut menyengsarakan sebagian besar warga Indonesia. Kemiskinan masih menjadi
pekerjaan rumah pemerintah. Urbanisasi penduduk dari desa ke kota-kota besar di
Indonesia, khususnya Jakarta memperbanyak jumlah pengangguran dan slum area jika mereka tidak memiliki skill yang mumpuni.
Di
sisi lain budaya Indonesia kian lama kian tergerus oleh arus modernisasi dan
westernisasi, atau bahkan koreanisasi yang marak di kalangan remaja. Budaya-budaya
asli Indonesia mendapatkan respon yang kurang dari para generasi penerus bangsa
ini. Padahal budaya merupakan identitas suatu bangsa, maka sudah seyogyanya
kaum muda mengetahui, mencintai dan dapat melestarikan budaya-budaya yang ada
di nusantara ini. Jika begini, adanya perdagangan bebas akan semakin
memperparah krisis budaya di Indonesia.
Lalu
bagaimana dengan moral dan mental bangsa Indonesia?
Di Negara Barat, bangsa
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah, harmonis, dan bersahaja. Namun,
kini banyak bangsa Indonesia yang saling
menjatuhkan, saling serang, bahkan saling bunuh. Bukan hanya itu,
ketidakjujuran, ketidakadilan, keserakahan, dan ketidakdisiplinan semakin
melekat dalam diri setiap bangsa Indonesia. Hal ini terus menggerogoti moral
bangsa, mulai dari pemerintahnya hingga rakyatnya, termasuk remaja. Jika calon
penerus bangsanya belum memiliki moral yang baik, lalu siapa yang mampu membawa
Indonesia ke arah yang lebih baik?
Mau tidak mau, suka
atau tidak, sudah menjadi keharusan bagi pemuda-pemudi Indonesia untuk
menyelamatkan Indonesia dari segala keterpurukannya. Indonesia tidak
membutuhkan orang pintar, Indonesia membutuhkan orang-orang cerdas. Bukan hanya
secara intelektual (IQ), namun kehidupan religius (SQ) dan emosionalnya (EQ).
Tiga hal ini harus dimiliki secara seimbang oleh setiap bangsa Indonesia.
Jika Indonesia ingin
maju seperti Jepang, atau seperti Singapura yang kecil namun dapat menata
segala aspek kehidupannya dengan baik, maka Indonesia harus benar-benar membangun
karakter bangsa ini. Kini pemerintah sudah mewajibkan di setiap satuan
pendidikan untuk menerapkan ke-18 aspek pendidikan karakter pada setiap
siswa-siswinya. Selain itu bangsa Indonesia juga sudah seharusnya menerapkan 9 prinsip dasar kehidupan, sebagai
berikut :
1.
Etika
2. Kejujuran dan Integritas
3. Bertanggung jawab
4. Hormat pada aturan dan hukum masyarakat
5. Menghormati hak orang lain
6. Cinta pada pekerjaan
7. Berusaha keras untuk menabung dan investasi
8. Bekerja keras
9. Tepat waktu
No comments:
Post a Comment