Oleh : Veronika Dina Maryani
Bangsa
Indonesia merupakan masyarakat multikultural. Keberagamannya ini membuat
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang kaya raya akan budaya. Dari Sabang hingga
Merauke memiliki budaya yang beraneka ragam dan memiliki cirri khas
masing-masing. Karena beragamnya suku bangsa dan budayanya maka munculah bahasa
yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Salah satu bahasa daerah yang cukup
eksis di Indonesia adalah bahasa Sunda. Bahasa Sunda termasuk dalam rumpun
bahasa Austronesia yang berasal dari cabang Melayu-Polinesia.
Dewasa
ini penggunaan bahasa Sunda semakin hari penuturnya semakin surut, khususnya di
kalangan remaja. Mereka cenderung berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Modernisasi
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap eksistensi bahasa Sunda. Jakarta
sebagai pusat pemerintahan, perekonomian dan pembangunan menjadi pusat
perhatian tersendiri bagi masyarakat. Mulai dari model pakaian, gaya hidup
serta bahasanya banyak ditiru oleh masyarakat di luar Jakarta. Berkembangnya bahasa seperti “loe” dan “gue” kini sering kita dengar sekalipun kita berada
di tatar Sunda seperti Bandung, Bogor, Cirebon atau daerah lainnya. Penggunaan
bahasa slang seperti itulah yang
mengikis minat urang Sunda untuk
bertutur dalam bahasa daerahnya sendiri.
Banyak
kaum muda yang merasa malu, kuno dan merasa kurang percaya diri ketika
menggunakan bahasa Sunda. Meskipun masih ada penuturnya, namun kebanyakan tidak
tahu tata bahasanya. Mereka cenderung berbicara dengan bahasa yang kasar dan
tidak tepat penggunaannya secara etika atau sopan santun. Hal ini dikarenakan
bahasa Sunda dianggap bahasa yang rumit dan kurang praktis. Maka, seperti yang
diungkapkan oleh A. Chaedar Alwasilah dalam bukunya yang berjudul Pokoknya Sunda, dalam mempelajari bahasa Sunda kita harus menekankan dalam
aspek pembiasaan, bukan kefasihan. Dengan terbiasa menggunakan bahasa Sunda
maka, mereka (baca: anak muda) akan mau untuk menggunakanya, bukan semata-mata
takut karena tatananya yang njelimet (baca:
adanya tata bahasa).
Hal
ini bukanlah masalah sepele karena ini menyangkut identitas bangsa yang harus
terus dipertahankan keberadaannya. Selain itu bahasa Sunda merupakan budaya bangsa
yang patut dijadikan kebanggaan dalam diri setiap urang (orang) Sunda. Pengamat Bahasa dari Universitas Atmajaya Jakarta, Bambang
Kaswanti Purwo, mengajurkan agar setiap orang tua membiasakan menggunakan
bahasa daerah dirumahnya. Orang tua harus mengajarkan bahasa Sunda sejak dini.
Saya menganjurkan agar setiap sekolah yang ada di Jawa Barat melaksanakan
program dinten Sunda (hari berbahasa
Sunda) sedikitnya 1 minggu sekali. Hal ini dilakukan agar bahasa daerah khususnya
bahasa Sunda tidak punah. Harus diakui bahwa karena tuntutan zaman
kini setiap orang khususnya remaja harus memiliki keterampilan berbahasa asing,
namun jangan sampai melupakan bahasa daerahnya sendiri. Karena jika bukan kita,
siapa lagi yang akan memelihara, mempertahankan dan menjaga apa yang telah
menjadi warisan nenek moyang.